Dukun adalah istilah yang digunakan oleh masyarakat indonesia dan melayu dalam pengertian 'shaman' yaitu praktek yang melibatkan seorang praktisi untuk mencapai keadaan kesadaran 'lain' disebut dengan istilah 'altered state of consciousness' (ASC), yaitu keadaan yang berbeda dengan keadaan normal pada gelombang Beta, ungkapan ini digunakan pada tahun 1966 oleh Arnold M.Ludwig dan diperkenalkan secara umum mulai tahun 1969 oleh Charles Tart.
Gelombang Beta, atau ritmis Beta adalah istilah digunakan untuk menunjukkan aktivitas otak manusia pada kisaran frekuensi 12 hingga 30Hz. keadaan gelombang otak pada frekuensi ini disebut dengan kesadaran normal secara umum. Ada 3 tingkatan keadaan Beta. Beta beramplitudo rendah dengan tingkatan dan frekuensi yang berbeda sering dihubungkan dengan proses berpikir aktif, panik, atau cemas dan aktif berkonsentrasi.
Dalam hal 'shaman', di negara kita dikenal dengan istilah dukun, kesadaran 'lain' ini digunakan untuk untuk berhubungan dengan 'dunia lain', seorang shaman [dukun] dianggap memiliki akses dan pengaruh di dunia alam 'ruh'.
Baiklah, rasanya terlalu panjang untuk menerangkan dan menjelaskan berbagai istilah supranatural [super natural] dan istilah-istilah mistis lainnya. Penulis anjurkan untuk menyimaknya pada tautan pendukung berikut tentang apa itu evocation?, dan pada tautan-tautan yang ada dalam konten blog ini.
Dukun atau shaman sangat berhubungan dengan olah kebatinan, kadang-kadang disertai dengan ritual agama yang sangat tipis, artinya tidak seperti seorang sufi yang dalam prakteknya sangat mendalam untuk mencapai kebenaran hakiki alam ghaib hingga mencapai makrifatullah [pengenalan terhadap Tuhan alam semesta], atau tidak seperti pada ritual-ritual agama lainnya seperti hindu, budha, nasrani, sedangkan dukun sangat kuat dengan keyakinan lama animisma, penghormatan terhadap arwah leluhur, dan dinamisma. Hampir di setiap sudut bumi akan dapat kita temukan praktek-praktek semacam ini, mungkin dari sinilah cikal bakal agama muncul, dari hasil kontemplasi seorang manusia dalam rangka mengenal penciptanya.
Dalam agama hindu dan budha, ada meditasi, yoga dst.. dalam agama islam ada dzikir, shalat, wirid, dalam agama nasrani, yahudi lain lagi tata caranya. semuanya dimaksudkan untuk berhubungan atau membuat kontak dengan ruh suci menurut keyakinannya masing-masing. Tentu saja berbeda, antara praktek peribadatan dengan praktek perdukunan, tetapi intinya 'to make contact' with supernatural being... mungkin jika dalam masyarakat materialistis pada era modern ini dan pada masyarakat yang terlalu mendewakan otaknya belaka, dia akan 'to make contact' dengan alien yang dianggap nyata dalam ilmu pengetahuan yang dimilikinya, padahal jika kita renungkan lebih dalam ternyata sama saja, tidak dan belum terbukti secara fisik. Bolehkah kita menghakimi keyakinan lain dengan standar keyakinan yang kita miliki? Bolehkah seorang dokter menyalahkan diagnosa dokter lainnya? bolehkah seorang psikiater menyalahkan diagnosa psikiater lainnya? Jawabannya ada pada diri kita masing-masing.
Dalam praktek umumnya, seorang dukun [dimanapun di dunia ini], adalah orang yang diajak berkonsultasi oleh seseorang yang merasa telah mengalami masalah yang berhubungan dengan hal-hal supranatural atau fenomena paranormal. Jika kita lihat dari hal ini, dukun boleh dikatakan sebagai seorang praktisi psikiatris tradisional. Karena dalam prakteknya banyak dukun membantu, diminta membantu 'orang-orang yang bermasalah'.
Dengan telah majunya peradaban manusia, hal-hal yang berbau ghaib atau diluar kemampuan nalar akal manusia dianggap tidak ada. Apakah hal-hal mistik akan mudah hilang dari peradaban manusia itu sendiri? apakah sudah sedemikian hebatnya, jika tidak boleh disebut'parahnya' ajaran atau dogma materialistis hingga meresap ke dalam pribadi umat manusia? jawabannya tidak dan tidak akan. Dimanapun dan kemanapun kita pergi di permukaan bumi ini, kita akan selalu dan banyak menemukan praktek 'shaman' atau perdukunan, apalagi di Indonesia dengan budaya timurnya.
Dukun di Indonesia dan dimanapun adalah merupakan seorang pelestari budaya, ingat ini bukan agama apalagi ajaran agama, pada suku Indian di amrik, afrika, atau suku-suku di kalimantan, dayak dan sebagainya, di sumatera, papua, asia tenggara, afrika, amerika, eropa atau suku-suku lainnya di belahan dunia. Coba kita bayangkan acara Debus dari Banten tanpa dukun, atau tari Barong di Bali tanpa dukun, yang menusukkan keris ke tubuhnya dengan tanpa terluka sedikitpun, Trik? baiklah, jika demikian dukun itulah yang mengajarkan triknya, seperti seorang pesulap dalam melakukan aksinya di atas panggung. Seni budaya tanpa dukun rasanya seperti kendaraan bermesin tanpa bahan bakar, seperti telpon selular, BB, ipad, iphone, yang low bat. Dengan adanya budaya materialistis pendewaan/penyembahan akal, semuanya dituntut harus terbukti secara nyata. Menurut penulis, anda boleh tidak setuju, satu tarian atau seni budaya tanpa disertai hal-hal yang menurut agama tertentu merupakan hal yang tidak logis dan sesat, akan menghancurkan budaya itu sendiri, seperti halnya manusia berjalan tanpa jiwa, tanpa ruh kehidupan. Seni budaya hanya menjadi komoditi komersil belaka.
Penulis tidak hendak saling menghantamkan keyakinan yang satu dengan keyakinan yang lain, penulis hanya bermaksud mengingatkan bahwa kita tidak dapat men'judge' atau menghakimi keyakinan lain dengan standar keyakinan yang kita miliki sendiri, sebab akan merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Jika dalam Islam ungkapannya disebutkan dengan 'Lakum dinukum waliya din', "To you be your religion, and to me my religion."
baca terus → Dukun
Gelombang Beta, atau ritmis Beta adalah istilah digunakan untuk menunjukkan aktivitas otak manusia pada kisaran frekuensi 12 hingga 30Hz. keadaan gelombang otak pada frekuensi ini disebut dengan kesadaran normal secara umum. Ada 3 tingkatan keadaan Beta. Beta beramplitudo rendah dengan tingkatan dan frekuensi yang berbeda sering dihubungkan dengan proses berpikir aktif, panik, atau cemas dan aktif berkonsentrasi.
Dalam hal 'shaman', di negara kita dikenal dengan istilah dukun, kesadaran 'lain' ini digunakan untuk untuk berhubungan dengan 'dunia lain', seorang shaman [dukun] dianggap memiliki akses dan pengaruh di dunia alam 'ruh'.
Baiklah, rasanya terlalu panjang untuk menerangkan dan menjelaskan berbagai istilah supranatural [super natural] dan istilah-istilah mistis lainnya. Penulis anjurkan untuk menyimaknya pada tautan pendukung berikut tentang apa itu evocation?, dan pada tautan-tautan yang ada dalam konten blog ini.
Dukun atau shaman sangat berhubungan dengan olah kebatinan, kadang-kadang disertai dengan ritual agama yang sangat tipis, artinya tidak seperti seorang sufi yang dalam prakteknya sangat mendalam untuk mencapai kebenaran hakiki alam ghaib hingga mencapai makrifatullah [pengenalan terhadap Tuhan alam semesta], atau tidak seperti pada ritual-ritual agama lainnya seperti hindu, budha, nasrani, sedangkan dukun sangat kuat dengan keyakinan lama animisma, penghormatan terhadap arwah leluhur, dan dinamisma. Hampir di setiap sudut bumi akan dapat kita temukan praktek-praktek semacam ini, mungkin dari sinilah cikal bakal agama muncul, dari hasil kontemplasi seorang manusia dalam rangka mengenal penciptanya.
Dalam agama hindu dan budha, ada meditasi, yoga dst.. dalam agama islam ada dzikir, shalat, wirid, dalam agama nasrani, yahudi lain lagi tata caranya. semuanya dimaksudkan untuk berhubungan atau membuat kontak dengan ruh suci menurut keyakinannya masing-masing. Tentu saja berbeda, antara praktek peribadatan dengan praktek perdukunan, tetapi intinya 'to make contact' with supernatural being... mungkin jika dalam masyarakat materialistis pada era modern ini dan pada masyarakat yang terlalu mendewakan otaknya belaka, dia akan 'to make contact' dengan alien yang dianggap nyata dalam ilmu pengetahuan yang dimilikinya, padahal jika kita renungkan lebih dalam ternyata sama saja, tidak dan belum terbukti secara fisik. Bolehkah kita menghakimi keyakinan lain dengan standar keyakinan yang kita miliki? Bolehkah seorang dokter menyalahkan diagnosa dokter lainnya? bolehkah seorang psikiater menyalahkan diagnosa psikiater lainnya? Jawabannya ada pada diri kita masing-masing.
Dalam praktek umumnya, seorang dukun [dimanapun di dunia ini], adalah orang yang diajak berkonsultasi oleh seseorang yang merasa telah mengalami masalah yang berhubungan dengan hal-hal supranatural atau fenomena paranormal. Jika kita lihat dari hal ini, dukun boleh dikatakan sebagai seorang praktisi psikiatris tradisional. Karena dalam prakteknya banyak dukun membantu, diminta membantu 'orang-orang yang bermasalah'.
Dengan telah majunya peradaban manusia, hal-hal yang berbau ghaib atau diluar kemampuan nalar akal manusia dianggap tidak ada. Apakah hal-hal mistik akan mudah hilang dari peradaban manusia itu sendiri? apakah sudah sedemikian hebatnya, jika tidak boleh disebut'parahnya' ajaran atau dogma materialistis hingga meresap ke dalam pribadi umat manusia? jawabannya tidak dan tidak akan. Dimanapun dan kemanapun kita pergi di permukaan bumi ini, kita akan selalu dan banyak menemukan praktek 'shaman' atau perdukunan, apalagi di Indonesia dengan budaya timurnya.
Dukun di Indonesia dan dimanapun adalah merupakan seorang pelestari budaya, ingat ini bukan agama apalagi ajaran agama, pada suku Indian di amrik, afrika, atau suku-suku di kalimantan, dayak dan sebagainya, di sumatera, papua, asia tenggara, afrika, amerika, eropa atau suku-suku lainnya di belahan dunia. Coba kita bayangkan acara Debus dari Banten tanpa dukun, atau tari Barong di Bali tanpa dukun, yang menusukkan keris ke tubuhnya dengan tanpa terluka sedikitpun, Trik? baiklah, jika demikian dukun itulah yang mengajarkan triknya, seperti seorang pesulap dalam melakukan aksinya di atas panggung. Seni budaya tanpa dukun rasanya seperti kendaraan bermesin tanpa bahan bakar, seperti telpon selular, BB, ipad, iphone, yang low bat. Dengan adanya budaya materialistis pendewaan/penyembahan akal, semuanya dituntut harus terbukti secara nyata. Menurut penulis, anda boleh tidak setuju, satu tarian atau seni budaya tanpa disertai hal-hal yang menurut agama tertentu merupakan hal yang tidak logis dan sesat, akan menghancurkan budaya itu sendiri, seperti halnya manusia berjalan tanpa jiwa, tanpa ruh kehidupan. Seni budaya hanya menjadi komoditi komersil belaka.
Penulis tidak hendak saling menghantamkan keyakinan yang satu dengan keyakinan yang lain, penulis hanya bermaksud mengingatkan bahwa kita tidak dapat men'judge' atau menghakimi keyakinan lain dengan standar keyakinan yang kita miliki sendiri, sebab akan merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Jika dalam Islam ungkapannya disebutkan dengan 'Lakum dinukum waliya din', "To you be your religion, and to me my religion."