Dengan menggunakan tehnik komunikasi massa, media massa dalam menyampaikan pesan berita kepada publik dapat dibedakan berdasarkan teknologi yang digunakannya. Teknologi ini bisa berupa media siaran elektronik seperti radio, film, televisi. Media cetak atau surat kabar seperti koran, majalah, buku, pamflet, bahkan komik. Pemanfaatan tempat di luar ruangan [outdoor media], billboard, spanduk, plakat yang dipasang diluar dan didalam gedung-gedung publik. 'Public Speaking' bisa dikategorikan kedalam bentuk komunikasi massa. Media digital, seperti internet dan komunikasi massa yang bersifat mobile. Internet, merupakan penyedia media massa, seperti email, website atau blog, baik itu berbasis radio ataupun televisi. Semua media/alat penyampaian pesan dan berita tersebut keseluruhannya saling berkaitan, intinya adalah komunikasi massa. Dan, yang memegang kendali berbagai teknologi tersebut adalah perusahaan-perusahaan, yang disebut dengan media massa.
Meski masih terdapat kerancuan definisi, di awal abad 21 ini media massa dapat diklasifikasikan ke dalam:
percetakan,
recording,
sinema,
radio,
televisi,
internet, dan
telepon genggam. Lihat pula
pengertian Pers dalam perspekstif Wikipedia.
Judul konten blog kali ini begitu menyeramkan '
Nabi Palsu'?
Seorang pakar komunikasi massa kurang lebih telah mengatakan: "di Amerika, sejak penemuan televisi, orang tidak pernah lagi pergi ke tempat-tempat ibadah untuk mendengarkan khotbah atau ceramah keagamaan, mereka lebih mempercayai televisi dibandingkan dengan berita kebenaran,
apa yang dikatakan oleh televisi akan mereka ikuti,
mereka telah menjadikan televisi sebagai nabi mereka".
Sayang sekali penulis sudah lupa nama pakar komunikasi tersebut, saat itu penulis masih duduk di bangku kuliah semester awal, dan yang menyampaikan hal tersebut adalah dosen komunikasi.
Dalam masyarakat kita kecondongan ini telah terbentuk sejak lama, mungkin terbukti dan mungkin tidak, sejak berbagai fasilitas media dipopulerkan, media massa mampu mempengaruhi sifat dan kebiasaan masyarakat. Penulis blog lain menyebutnya dengan istilah "
gods of entertainment, The Power of Mass Media to influence". Sebenarnya semakin kita mempercayai media, semakin makmur kekayaan para pemilik perusahaan media massa tersebut. Industri media massa menghasilkan keuntungan yang sangat berlimpah dari hasil berbagai iklan yang mereka jual.
Kita, sudah barang tentu, akan membeli apa yang dikatakan bagus oleh media massa, dengan kata lain keputusan kita untuk membeli ditentukan oleh media massa seperti yang ditayangkan di televisi, radio atau yang lainnya. Bagi pemirsa yang sudah cerdas, hal ini tidaklah menjadi masalah, yang perlu dikhawatirkan adalah masyarakat yang belum memahami, kalau boleh dikatakan 'kurang cerdas', misalnya para remaja dalam tahap perkembangan fisik, emosional, dan mentalnya, biasanya keputusannya tergantung dari pemahaman mereka akan suatu produk berita. Dapat kita tarik satu contoh 'penyesatan' [pengaruh] media massa terhadap publik pemirsanya ialah berbagai iklan (atau berita), kita ambil contoh iklan produk pembersih rambut (shampoo), pemutih kulit, penurun berat badan atau peninggi tubuh, kita tahu siapa saja yang menjadi modelnya, mengapa harus model yang 'memang' sudah berambut lurus? mengapa harus model yang 'memang' sudah berkulit putih? mengapa harus model yang dari awal 'memang' langsing atau keturunan yang memiliki postur tubuh tinggi? diskriminasi? boleh jadi, bisa saja 'ya'. Dari sejak kecil kita telah ditanamkan [brainwashed] bahwa orang cantik atau ganteng itu seperti yang ditampilkan pada layar televisi kita, majalah, billboard, atau media [alat] lainya, otak kita telah di'cuci kotor' dengan pola-pola pengaruh media massa.
Media massa [perusahaan] memiliki pengaruh besar terhadap pola pikir masyarakat dan opini publik, apa yang dikatakan televisi selalu dianggap benar, realitas, faktual, atau aktual. Isu teroris, artis, politis. Pembentukan opini publik adalah daya upaya berbagai perusahaan media tersebut.
Ada 3 teori untuk menggambarkan pengaruh media massa. Situs CliffNotes menjelaskan secara rinci teori ini dengan meneliti peran bahwa media massa memainkan peran utama dalam masyarakat modern.
- Teori Pengaruh-Terbatas, teruji pada 1940-an dan 1950-an, menyatakan bahwa "karena orang biasanya memilih media tertentu untuk berinteraksi atas dasar apa yang telah mereka percayai sebelumnya, pengaruh media massa lainnya diabaikan".
- Teori Dominasi-Kelas, menyatakan bahwa "media mencerminkan dan memproyeksikan pandangan kelompok elit minoritas, yang berkuasa mengontrol hal itu". Dengan penjelasan bahwa orang-orang yang memiliki dan mengendalikan perusahaan media terdiri dari kelompok elit ini.
- Teori Kultural, dikembangkan pada 1980-an dan 1990-an, menggabungkan kedua teori tersebut dan menyatakan bahwa "orang berinteraksi dengan media untuk menciptakan makna mereka sendiri diluar gambaran dan pesan yang mereka terima". Teori ini menyatakan bahwa penonton berperan aktif bukan pasif dalam kaitannya dengan media massa.
Dalam sebuah artikel berjudul Pengaruh Media Massa pada Masyarakat, Rayuso berpendapat bahwa di Amerika media didominasi oleh lima perusahaan besar (Time Warner, Viacom, Vivendi Universal, Walt Disney dan News Corp) yang memiliki 95% dari semua media massa termasuk taman hiburan, studio film, televisi dan radio siaran, jaringan dan pemrograman, video berita, hiburan olahraga, telekomunikasi, telepon nirkabel, perangkat lunak video game, media elektronik dan industri musik. Dilihat dari sejarahnya, perusahaan-perusahaan ini sebelumnya berjalan sendiri-sendiri, kemudian baru-baru ini bergabung untuk membentuk suatu kelompok elit yang memiliki kekuatan untuk membentuk opini dan keyakinan orang.
Orang-orang akan membeli setelah melihat ribuan iklan berbagai perusahaan di TV, koran atau majalah yang mampu mempengaruhi keputusan pembelian mereka. Definisi yang dapat diterima oleh masyarakat ditentukan oleh media. Kekuatan pengaruh media ini dapat digunakan untuk kebaikan, misalnya mendorong anak-anak untuk berolahraga. Namun, juga dapat digunakan untuk hal buruk, misalnya anak-anak terpengaruh oleh iklan rokok yang dihisap oleh bintang film, dengan menayangkan gambar yang berbau seks, kekerasan dan 'junk food'.
Perusaan McDonalds pernah dituntut secara hukum gara-gara iklannya. Barbie dan boneka Ken dari tahun 1950-an kadang-kadang disebut sebagai penyebab utama obsesi kaum perempuan masyarakat modern untuk menjadi kurus dan digemari kaum pria. Setelah terjadinya serangan 9/11, media secara luas memberitakan Osama bin Laden yang bertanggung jawab atas serangan itu, informasi yang mereka ketahui dari pihak berwenang. Hal ini membentuk opini publik untuk mendukung perang terhadap terorisme, dan kemudian akhirnya perang terhadap Irak. Perlu diperhatikan disini adalah bahwa karena kekuatan besar dari media massa mampu mendorong opini publik, media massa yang menerima informasi tidak akurat dapat mengakibatkan opini publik mendukung perjuangan yang salah.
Dalam bukunya 'The Commercialization of American Culture', Matthew P. McAllister mengatakan bahwa "sistem media yang dikembangkan dengan baik akan menginformasikan dan mengajar warga negaranya, membantu demokrasi bergerak ke arah yang ideal."
JR Finnegan Jr dan K. Viswanath, 1997, mengidentifikasikan 3 pengaruh utama fungsi media massa.
- Kesenjangan Pengetahuan: Media massa berpengaruh pada kesenjangan pengetahuan yang disebabkan faktor-faktor seperti "sejauh mana daya tarik konten(isi), sejauh mana saluran informasi dapat diakses dan diinginkan, dan jumlah konflik sosial dan keragaman yang ada di masyarakat".
- Agenda Setting: Orang-orang berpengaruh atau kita sebut 'public figure' dalam cara mereka berpikir tentang isu-isu tertentu karena sifatnya tersebut terpilih oleh media untuk dimanfaatkan sebagai konsumsi publik. Dengan kemampuan ini media dapat mengubah cara masyarakat berpikir dan berperilaku. Pada pertengahan 1970-an ketika Betty Ford dan Happy Rockefeller, istri Presiden dan Wakil Presiden Amerika Serikat, keduanya didiagnosa menderita kanker payudara. JJ Davis menyatakan bahwa "jika risiko yang disorot di media, terutama dengan cara rinci dan detil, tingkat 'agenda setting'nya kemungkinan akan didasarkan pada sejauh mana masyarakat dapat terpancing". Bila ingin mengatur agenda, 'framing' inilah yang sangat berguna bagi organisasi media massa.
Media ditentukan oleh liputan beritanya yang seimbang, dan tekanan yang dihasilkan dapat berasal dari kelompok aksi politik atau advokasi tertentu. Finnegan dan Viswanath mengatakan, "kelompok, lembaga, dan para pendukung semuanya bersaing untuk mengidentifikasikan permasalahan, lalu membawanya ke ranah publik, dan menentukan isu-isu tersebut secara simbolis" (1997, hal. 324).
- Budidaya Persepsi: Sejauh mana media membentuk persepsi penonton dari waktu ke waktu dikenal sebagai 'Cultivation of Perceptions', membudidayakan persepsi masyarakat. Dialami oleh Televisi secara umum, terutama seperti di Amerika Serikat, ke titik dimana hal itu dapat digambarkan sebagai "agen penyamarataan" (SW Littlejohn). Namun, alih-alih mendapatkan hasil dari TV tersebut, efeknya sering didasarkan pada faktor sosial ekonomi. Menonton TV atau film (berita) kekerasan terlalu sering dapat mempengaruhi mereka yang secara aktif berpikir bahwa kekerasan di dalam masyarakat adalah merupakan masalah, atau malah merasa dibenarkan. Keyakinan persepsi yang ditimbulkan kemungkinan akan berbeda, tergantung latar belakang kehidupan setiap orang.
Sejak tahun 50-an, ketika bioskop, radio dan TV mulai menjadi kebutuhan utama atau satu-satunya sumber informasi untuk sebagian besar masyarakat, media mulai dianggap sebagai instrumen pusat kontrol massa. Hingga muncul gagasan bahwa ketika suatu negara telah mencapai taraf industrialisasi yang cukup tinggi,
negara itu sendiri menjadi "
milik orang yang mengendalikan komunikasi."
Media massa memainkan peran penting dalam membentuk persepsi publik tentang berbagai isu penting, baik melalui informasi yang disalurkan melalui mereka, dan melalui interpretasi mereka sendiri akan dimana mereka menempatkannya. Mereka juga memainkan peran besar dalam membentuk budaya modern, dengan memilih dan mengatur keyakinan, nilai, dan tradisi (seluruh cara hidup) tertentu sebagai suatu realitas. Artinya, dengan menggambarkan interpretasi tertentu dari suatu realitas, mereka membentuk realitas menjadi lebih sesuai dengan penafsiran mereka tersebut.